Saya berasal dari keluarga yang bisa dibilang pas-pasan. Ayah saya sudah tidak berkerja dan ibu saya juga sudah tidak bekerja meskipun sebelumnya pernah berkerja sebagai asisten di rumah seorang dokter praktek. Saya ingat ketika saya akan masuk TK, kondisi keuangan keluarga saya tidak mencukupi. Saat itu ibu saya hanya memiliki uang Rp 100.000, tetapi tetap bertekad untuk menghadap suster kepala. Akhirnya suster kepala meloloskan niat baik ini dan saya pun bisa masuk TK St. Antonius. Biaya sekolah pun dicicil.
Ketika itu program “Ayo Sekolah, Ayo Kuliah” (ASAK) di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) belum ada. Saya masih berada dalam naungan Seksi Pengembangan Sosial-Ekonomi (PSE) Paroki Matraman. Sejak TK hingga SMP, saya mendapat bantuan biaya pendaftaran dan bulanan.
Sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas bantuan yang telah saya terima, saya bergabung dengan kelompok Putra-Putri Altar (PPA) Paroki Matraman.
Bantuan berlanjut hingga saya masuk SMK. Kondisi keuangan saat itu cukup berat. Sampai suatu ketika program ASAK diperkenalkan di Paroki Matraman. Salah seorang bapak di lingkungan saya - Bernardus Budy Sunartyo - mengajak saya mengikuti program tersebut. Saya menerima ajakan itu dan mengikuti prosedur yang diterapkan. Sampai akhirnya saya bisa bergabung dalam keluarga besar ASAK Paroki Matraman. Saya pun bisa melalui masa studi SMK dengan baik berkat bantuan program ASAK yang meringankan biaya sekolah mulai dari biaya pendaftaran sampai biaya bulanan sekolah.
Setelah lulus SMK, saya sangat ingin menempuh studi di perguruan tinggi. Pada titik ini saya sempat bingung mencari perguruan tinggi dengan kualitas bagus tapi murah. Alasannya hanya satu: saya tidak mau membebani keluarga dan program ASAK. Akhirnya pilihan saya jatuh pada Kalbis Institute di Pulomas, Jakarta Timur. Perguruan tinggi swasta ini bekerja sama dengan program ASAK sehingga saya mendapat keringanan biaya. Program ASAK tetap membantu saya dengan catatan Indeks Prestasi (IP) saya tidak boleh di bawah 3,0.
Dunia perkuliahan pun dimulai. Puji Tuhan, nilai IP semester awal saya mencapai lebih dari 3,0. Hal ini membuat orangtua saya merasa bahagia. Begitu pun program ASAK. Ketika menginjak Semester 2, saya terpilih sebagai ketua PPA Paroki Matraman.
Namun masa studi saya di perguruan tinggi berjalan tidak terlalu mulus. Saya harus mengulang satu mata kuliah tertentu. Karena saya tidak mau membebani program ASAK, maka saya mengambil banyak event wedding job untuk bisa mengulang mata kuliah tersebut. Saat itu, selain kuliah, saya juga bekerja paruh waktu di sebuah wedding organizer. Pekerjaan paruh waktu ini saya lakukan sampai saya menginjak Semester 7.
Tiba waktunya saya mulai menulis skripsi. Saya magang sebagai junior auditor di KAP HGK selama enam bulan untuk mendalami kinerja sebagai auditor guna memahami teori yang saya perlukan untuk penulisan skripsi. Tidak dipungkiri, penulisan skripsi ini mengeluarkan banyak uang. Beban ini terasa berat karena orangtua saya sudah tidak berkerja lagi. Saya pun mengisi waktu luang dengan menjadi sopir ojek daring guna memenuhi kebutuhan biaya selama penulisan skripsi. Saya memilih pekerjaan ini karena memiliki waktu yang lebih fleksibel sehingga tidak mengganggu proses penulisan skripsi.
Namun kita tidak pernah mengerti jalan Tuhan. Seorang ibu yang menjadi ketua program ASAK - Lidwina Hendrani Rakawati Adhiyasa - membantu saya meringankan beban dengan meminjamkan ruangan yang dipakai program ASAK. Di dalam ruangan ini terdapat fasilitas seperti Wi-Fi dan printer. Betapa saya sangat bersyukur karena program ASAK ternyata bukan hanya membantu dari sisi keuangan melainkan juga mendukung anak-anak penerima program ASAK dalam menyelesaikan tugasnya. Saya pun menggunakan fasilitas tersebut selama proses penulisan skripsi. Sampai akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi, menjalani sidang skripsi dan mendapat nilai A. Tanpa campur tangan Tuhan dan perpanjangan kasih-Nya melalui program ASAK, saya tidak dapat menyelesaikan semua itu.
Saya mengikuti upacara wisuda pada Desember tahun lalu dan mendapat gelar S.Ak (Sarjana Akuntansi). Dan saya sudah mendapat pekerjaan saat ini.
Selain bekerja, saya membantu program ASAK melalui kumpulan SMAKul-ASAK Paroki Matraman dengan mendampingi adik-adik supaya mereka senantiasa melayani Tuhan dan sesama. Saya sudah tidak lagi menjadi ketua PPA Paroki Matraman, tetapi saya melayani sebagai putra altar untuk Misa Latin Tradisional. Dalam hal ini, saya menjadi narahubung untuk area Jakarta Utara.
Selama saya mengikuti program ASAK, banyak hal positif yang saya peroleh selain bantuan finansial, antara lain kepemimpinan dan perkembangan diri melalui pelatihan “Character Building Soul Mind Synergy.” Dari pelatihan ini, saya dapat membentuk karakter dengan baik dan belajar menjadi pemimpin yang baik. Saya juga mengikuti seminar “Seven Habit.”
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para pengurus program ASAK dan Dewan Paroki Harian (DPH) yang telah membantu saya mewujudkan mimpi saya. Tuhan memberkati. (*)
Anton Endrawan